Berdiri, Bertahan, Berdoa.

Ai💐💖
6 min readSep 9, 2023

--

Panjang banget ini, tapi penting

Nara membuka mata, pening dan perih memghantam kepalanya. Tangannya terikat di sebuah kursi.

Ia mengedarkan pandangannya. gelap, tapi ia tau ruangan itu kosong.

Nara tidak tau ia berada dimana, tapi ia ingat. Sebelum ini, dirinya dan Erik yang sedang berboncengan tiba tiba di tabrak seseorang dari belakang.

Punggung Nara sakit luar biasa, ia yakin beberapa bagian tulang miliknya pasti ada yang patah.

Demi Tuhan, ia sudah lelah sekali. Mestinya Tuhan bunuh ia saja dari pada harus hidup seperti ini.

Nara hampir kehilangan kesadarannya sampai pintu ruangan tersebut terbuka.

“Loh, Nara? Udah bangun? Kirain lo udah mati” Nara kenal suara itu.

“Lo masih bisa kenal gue kan ra?”

Erik, ya itu memang dirinya.

Meski penerangan disana hanya berasal dari pintu yang terbuka tapi Nara mengenalnya dari suara miliknya.1

“U look messy right now, lo tau ra? walaupun lo ninggalin pesan kaya apapun ke temen-temen lo, temen-temen lo ga akan ngerti ra they’re so stupid u know?” Erik Terkekeh setelah menarik rambut Nara kasar kemudian menghempaskannya saat ia selesai berbicara.

Nara memang sudah tau, soal Erik yang punya banyak rahasia dibalik kehidupannya. Ia lebih tau dari pada Nayaka maupun Elvan.

Nara tau soal Jazvan dan Erik yang memang saling mengenal tapi tidak dalam konteks yang baik.

Nara tau soal Erik yang memanfaatkan dirinya sebagai suatu kelemahan yang Jazvan milikki.

Nara tau soal gedung kosong ini sejak ia ikuti Erik pada malam-malam tertentu secara diam-diam.

Nara tau soal hape miliknya disadap juga kamera dan perekam suara yang berada di kamarnya.

Nara juga tau soal rencana penculikan ini, walau ia tak pernah tau bagaimana cara Erik akan melakukannya.

Jadi yang bisa ia lakukan adalah meninggalkan pesan pesan kecil kepada teman-temannya.

Ia pun sengaja meninggalkan kamarnya dalam keadaan berantakan, meneteskan cat yang ia campur sedikit air disana untuk menandakan dirinya dalam bahaya.

Ia tak berharap banyak, selain bahwa mereka tahu dirinya dalam bahaya ia berharap meski ia mati sekalipun, Erik mendapatkan ganjaran yang setimpal.

“Jericho Alvero Demian, did someone has tell you that u’re so stupid?” Nara menyeringai, menatapnya langsung ke arah mata Erik yang terkejut balik menatapnya.

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi Nara yang dihiasi darah kering akibat darah yang mengalir dari kepalanya.

“Even you kill me, they will know it’s your fault”

“Lo masuk sekolah yang nyimpan data lo dengan baik, gue yakin bahkan gue mati sekalipun lo ga bakal tenang Rik. Lo bakal jadi buronan!”

“Lo tau nar? you talk too much”

Pukulan mendarat di perutnya membabi buta kemudian beralih ke wajahnya.

Tendangan di berikan pula oleh Erik ke arah kakinya yang ia rasa patah karena kecelakaan tadi.

Perih, nyeri, sakit. Nara tak bisa jelaskan semua perasaan itu, rasanya ia ingin mati saja.

“Lo bilang kalau lo mati gue bakal jadi buronan? Lo gatau nar, lo belum mati!” Ucap Erik yang sepertinya baru selesai dengan amarah miliknya.

Nara menatapnya dengan mata yang memburam.

“Lo mau nyoba mati nar? Supaya lo liat gimana jadinya nanti dari atas sana”

Kini gelap, Nara tidak bisa melihat apa apa kecuali suara pistol yang di kokang. Ia yakin Erik sudah menyiapkan kematian Nara dengan sebuah pistol tersebut.

Dan Nara juga sudah siap menyambut kematiannya dengan lapang dada, kalau memang ia harus mati dengan tragis seperti ini ia ikhlas

“i’m not scared of die rik, even if i die itu ga akan menghancurkan siapa-siapa di kehidupan gue. Semua orang pasti akan lupa suatu saat nanti kalau gue pernah hidup di dunia. So you can kill me Jericho”

Meski tak bisa melihat, Nara tau pistol itu kini mengarah tepat di depan wajah miliknya. “Rik, u were one of my wonderful experience. Terima kasih karena lo sudah jadi temen gue walau gue tau semua itu cuman karena lo mau balas dendam”

Nara meneteskan air mata dari mata miliknya kemudian Ia menutup matanya, berdoa sekali lagi pada Tuhan, ia sudah lama di dunia, sudah banyak lelah yang ia harus emban tiap hari.

Sedih, tiba tiba ia teringat dengan Bunda, Nayaka dan keluarganya, Aera, Putra, Azka, Lyora, juga laki laki pertama yang mengenalkannya soal dunia, Jazvan.

Sayang sekali tak sempat berpamitan, sungguh sial sekali dirinya. Terkutuklah ia beserta tiap langkah kakinya.

Ayah yang sudah lama tidak berada di dunia, apakah akan menyambutnya dengan peluk erat dan menciumnya di dahi seperti dulu? Nara tersenyum ketika mengingatnya.

Maka Nara memohon,

Tuhan peluklah aku dan sambutlah kematian ku dalam dekapmu. Aku mempercayaimu Tuhan berkatilah perjalananku pulang.

Suara tembakan terdengar keras di dalam ruangan itu.

Dalam keputusasaan, Nara mencoba sadar tapi anehnya ia tak merasa ada luka baru di dalam dirinya.

Nara hanya dengar suara mengerang kesakitan dari Erik dan suara langkah kaki seseorang yang mengarah kepadanya.

Tuhan kah itu? Tanyanya penasaran.

“Narala, it’s me. sorry I’m late”

Nara mendongak matanya terbuka walau sedikit memburam ia bisa lihat wajahnya, “ you see my message, Jazvan”

“Everyone see it, Thank you for stay fight love. Thank you…” Jazvan mengecup kepalanya lama sembari melepaskan ikatan miliknya.

Seketika Nara meneteskan air mata miliknya, ia terisak. Sudah cukup lama ia menahannya, rasa sakit yang tak tertahankan. Rasa sendirian karena tak ada seorang pun yang dapat ia ceritakan.

“Hey it’s hurt ya? Kita keluar ya sayang, i’m sorry… i’m sorryy…" sambil mencoba melepaskan ikatan tangan miliknya dengan hati hati, Jazvan menenangkannya.

Saat ikatan itu terlepas, dengan satu kaki yang ia tumpu ia memeluk Jazvan erat kemudian membalik tubuhnya dengan kekuatan yang tersisa dari tubuhnya.

Suara pelatuk di tembakkan terdengar sekali lagi, kali ini ia yakin. Tembakannya tak meleset, karena nyerinya terasa sekali di punggung Nara.

Anehnya Nara bisa melihat sebentar wajah Jazvan yang melihatnya dengan wajah terkejut dan khawatir.

“NARALA!” Jazvan berteriak saat ia lihat wajah Nara yang baru menyelamatkan dirinya dari tembakan pistol milik Erik.

Detik itu Nara hampir terjatuh tapi Jazvan menahannya, kini ia terduduk dengan kepala Nara berbaring di tangannya.

Ia memeluk Nara dengan erat “no narala, u can’t do this to me” ia menggelengkan kepalanya menolak percaya dengan keadaan saat ini.

Suara tawa menggelegar terdengar disana bersama dengan isak tangis milik Jazvan.

“Lo dan keluarga lo memang ditakdirkan ga bahagia van. Semua ini karena ayah lo. Semua ini bermula di rumah bordil ayah lo itu-” ucap Erik sebelum Jazvan menghalangi penglihatan Nara yang setengah sadar dengan tangannya agar ia bisa dengan lega menembakkan Pistol miliknya ke arah Erik berkali kali sampai pelurunya habis.

“Jazvan..” suara Nara mengalihkan perhatiannya.

“Hey, let’s go home ya? Kita ke rumah sakit ya Nala? Abis itu kita hidup kaya biasanya ya, I promise, gue ga akan ninggalin lo bahkan lo minta sekalipun”

Nara menyentuh pipi Jazvan yang terus mengalir air mata disana.

“So many i want to say to you. So many a story i’d never tell to you” ucap Nara lirih.

“Yeah you can tell me after this, okay?”

Nara hanya tersenyum lemah, Jazvan tau senyuman itu pertanda bahwa Nara sudah menyerah, tapi Jazvan menolak kenyataan tersebut.

“I want to sleep van.. i’m tired” suara Nara merilih di akhir kalimat.

“No! Please don’t sleep, u can sleep after this but Please ra, i beg you please… don’t leave me again Nara” sekuat tenaga Jazvan berdiri.

Dengan panik Jazvan menuruni tangga, “Nar, i really love you. Everytime, everywhere, every universe”

“Nar, life is so hard without you, you know?”

“By the way Gue tinggal di meulborne sebelumnya”

“Emmm.. L-lo tau Arjuna Maveurick kan? Pacarnya sahabat lo, itu abang tiri gue”

“panjang ra kalau gue ceritain, jadi lo jangan tidur ya? Lo harus dengar cerita gue” selama hidup Jazvan tak pernah sampai harus berpikir apa yang harus dia katakan.

Pikirannnya tiba tiba kosong, hanya ada bagaimana caranya agar cinta yang ia bawa kini tidak diambil lagi.

Suara Jazvan gemetar dan Nara menyadarinya, laki laki itu gemetar ketakutan tapi hanya mencoba kuat setidaknya demi dirinya.

Sampai ia diluar Jazvan tak berhenti menceritakan tentang kehidupannya yang bahkan hanya bisa sedikit demi sedikit Nara dengarkan karena kantuk terus menghantam nya.

“NARA!” Suara terkejut itu berasal dari Elvan, sekarang Nara yakin ia sudah aman.

“gue minta tolong Bawa dia kerumah sakit rick!” Jazvan membaringkan Nara dengan hati hati di dalam mobil milik Erick.

“Lo aman nar, jangan tidur dulu ya? Ada Elvan disini” bisiknya sebelum mengecup dahi milik Nara lama.

“Lo bawa barang yang gue minta kan?” Tanya Jazvan ke arah Erick setelah menutup pintu mobil tersebut.

Erick mengangguk, Jazvan segera berjalan ke arah bagasi mobil dan membukanya, kemudian ia mengambil bahan bakar, bensin dan juga korek disana.

“Lo? Lo mau kemana van?! Lo harus ikut, Nara pasti butuh lo” teriak Elvan yang membuka kaca mobil.

“Ada yang harus gue urus, Pastiin dia ga tidur Elvan. Lo ceritain apa aja, gue mohon” Ucap Jazvan kemudian ia mengenakan penutup mulut berwarna hitam dan pergi dari sana.

Elvan tak perlu bertanya banyak kepada Erick yang hanya diam mengendarai mobil dengan kecepatan laju.

Karena bahkan setelah menjauh dari sana, saat dirinya menghadap ke belakang.

Terlihat Asap mengepul di langit malam yang Elvan yakini asalnya dari gedung yang sudah ditinggalnya jauh dan detik itu pun Elvan mengerti, Jazvan marah.

Sangat Marah, sampai mungkin selain gedung itu bumi pun bisa ia bakar habis sekarang.

“Semua demi lo Nara, so please don’t sleep ya? Lo mau liat gue mati di tangan Jazvan karena dikira ngebiarin lo tidur” ucap Elvan ke arah Nara yang setengah sadar.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Ai💐💖
Ai💐💖

Written by Ai💐💖

0 Followers

Suatu hari nanti apapun yg dunia bicarakan tentangku tak akan membuat hati ku sakit nyut-nyutan, hanya ada rasa tenang dan perkataan "memang", yang buruk aku.

No responses yet

Write a response